Fiqh Puasa, Niat Puasa Ramadhan

بسم الله الرحمن الرحيم

Fiqh Puasa, Niat Puasa Ramadhan

Oleh : Tommy Abdillah

(Founder Majelis Ilmu Ulin Nuha)

Niat ikhlas beribadah semata-mata mengharapkan ridha Allah adalah bagian dari rukun ibadah. Tidak sah ibadah seorang hamba tanpa diawali dengan niat dan tidak diterima ibadah tanpa mengikuti dan menteladani (ittiba’) Rasulullah Muhammad SAW.

Al-imam Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullahu (w 187 H) tatkala berkata mengenai firman Allah,

لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا

“Supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.” (QS. Al Mulk: 2), beliau mengatakan, yaitu amalan yang paling ikhlas (akhlashahu) dan paling benar sesuai tuntunan Nabi SAW (ashwabahu)

Apabila amal dilakukan dengan ikhlas namun tidak mengikuti ajaran Nabi SAW amalan tsb tidak akan diterima. Begitu pula, apabila suatu amalan dilakukan mengikuti ajaran beliau SAW namun tidak ikhlas, amalan tersebut juga tidak akan diterima.
(Ref : Jami’ul Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab Al Hambali, hal. 20, Darul Muayyad, cetakan pertama, 1424 H)

Makna Niat

Niat نِيَّةٌ berasal dari akar kata نوى yang memiliki arti antara lain : العَزْمُ yang artinya : keinginan hati yang kuat.
Al-imam Nawawi rahimahullahu didalam kitab Al-Majmu’ Syarhu al-Muhadzab, menjelaskan niat secara bahasa adalah,

قَالَ أَهْلُ اللُّغَةِ اَلنِّيَّةِ اَلْقَصْدُ وَعَزْمُ الْقَلْبُ

Ahli bahasa berkata, niat adalah maksud dan keinginan hati yang kuat.

Secara istilah para ulama menjelaskan bahwa niat adalah :

أما شرعا فهو قصد الشيء مقترنا بفعله ، أى قصد شيءالذى يريد فعله حال كون ذالك القصد مقترنا كال

Apa yang dimaksud dengan niat syariah adalah dengan sengaja melakukan satu hal dengan melakukan sesuatu, yaitu dengan sengaja melakukan sesuatu yang dimaksudkan untuk melakukannya, dan itu sengaja dibuat dengan melakukan sesuatu.
(Ref : Syaikh Zainuddin Al-Malibari,Kitab I’anatuth Thalibin Juz 1 hal 136).

Al-imam Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullahu berkata, Ketahuilah sesungguhnya niat menurut arti bahasa adalah satu bentuk dari keinginan. Meskipun ada yg membedakan antara kata iradah, qushd, niyah dan ’azam. Menurut ulama niat mempunyai dua makna.

ٍعَنْ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

Dari Umar r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda, Amal itu tergantung niatnya, & seseorang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Barang siapa yang hijrahnya kepada Allah & Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah & Rasul-Nya, Dan barang siapa yg hijrahnya karena dunia atau karena wanita yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya itu sesuai ke mana ia hijrah.(HR.Bukhari & Muslim).

Al-imam Ibnu Qayyim Al-jauziyah rahimahullah rahimahullah berkata :

العمل بغير إخلاص ولا اقتداء كالمسافر يملأ جرابه رملاً يثقله ولا ينفعه.

“Amal tanpa disertai ikhlash dan mencontoh Rasulullah shallallahu alaihi was sallam ibarat seorang musafir yang memenuhi kantong perbekalannya dengan pasir yang hanya membebaninya tanpa memberinya manfaat.
(Ref : Kitab Fawaid hal 49).

Menurut para ulama niat mempunyai 2 makna yaitu :

  1. Untuk membedakan antara satu ibadah dengan ibadah yang lain, seperti untuk membedakan shalat dzhuhur dengan shalat Ashar, untuk membedakan antara puasa Ramadhan dengan puasa sunat atau untuk membedakan antara ibadah dengan adat kebiasaan seperti untuk membedakan antara mandi wajib dengan mandi untuk menyegarkan atau membersihkan badan. Makna niat seperti ini adalah yang paling banyak dijumpai dalam kitab-kitab fiqh.
  2. Untuk membedakan tujuan melakukan suatu amalan, apakah tujuannya adalah karena Allah SWT saja atau karena Allah SWT & juga karena yang lainnya.

Perbuatan yang tidak disertai dengan niat maka perbuatan tersebut tidak diakui oleh hukum syara’ & tidak ada kaitannya dengan tuntutan (thalab) atau tawaran untuk memilih (takhyir).

Syarat Sah Niat Puasa Ramadhan

  1. Kokohnya keyakinan atau kepastian yakni agar seseorang tidak ragu. Bahkan apabila seseorang berniat pada malam hari syak (hari yang meragukan antara masuknya Ramadhan atau belum) untuk berpuasa esok harinya jika ternyata hari itu memang telah masuk Ramadhan maka niat tersebut tidak dianggap sah.

(Ref : Kitab Fath Al-qadir juz 2 hal 234).

  1. Menentukan niat yakni menentukan niat puasa Ramadhan atau puasa fardhu, tidak boleh menentukan puasa tertentu selain puasa Ramadhan.

(Ref : Kitab Raudhah Ath-thalibin juz 2 hal 350).

Karena syarat kedua inilah kemudian muncul redaksi dari ulama utk memudahkan kaum muslimin

نويت صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ رَمَضَانَ هَذِهِ السَّنَةَ لِلَّهِ تَعَالَى

Aku niat berpuasa esok hari, wajib bulan Ramadhan tahun ini krn Allah ta’ala.

Kenapa harus ditentukan? Karena puasa adalah ibadah yang berkaitan dengan waktu (hari), maka harus ditentukan waktunya, agar tidak tercampur dengan puasa lain. Layaknya shalat 5 waktu yang harus ditentukan jenis shalatnya ketika niat agar tidak bias dengan shalat yang lain. Ini adalah pendapat Mazhab. Al-Malikiyah, Al-Syafi’iyyah & Al-Hanabilah.

(Ref : Kitab Al-Majmu’ juz 2 hal 50, Kitab Al-Mughni juz 3 hal 109).

Namun bagi kalangan mazhab al-Hanafiyah, tidak perlu adanya penentuan puasa dalam niat, cukup dengan niat puasa mutlak saja tanpa ditentukan jenisnya. Karena yang namanya puasa Ramadhan itu tidak mungkin dilakukan di luar Ramadhan, maka ketika ada yang berniat puasa, pastilah itu untuk Ramadhan.

Lalu siapa yang mencetuskan redaksi tsb?

Ulama yang menciptakan redaksi tersebut adalah Imam Al-Rafi’i Al-Quzwaini (w. 623 H) dari kalangan Al-Syafi’iyyah. Beliau menuliskan redaksi niat tersebut dalam kitabnya Fathul-‘Aziz bi Syarhi al-Wajiz atau biasa yang disebut dengan istilah Al-Syarhu Al-Kabir li Al-Rafi’iy (6/293) sebagai implementasi atas syarat-syarat niat tersebut guna memudahkan bagi para muslim ketika ingin berniat puasa Ramadhan.

Kemudian, niat tersebut kembali ditulis ulang oleh Imam Al-Nawawi dalam kitabnya Raudhah al-Thalibin yang akhirnya menjadi familiar & banyak diamalkan kebanyakan kaum muslimin.

(Ref : Ust. Ahmad Zarkasi, Lc, Niat puasa Ramadhan haruskah setiap malam?).

  1. Berniat dimalam hari yaitu setelah tenggelanmnya matahari hingga terbit fajar. Hal ini disyaratkan oleh mazhab Maliki, Syafi’i & Hambali sesuai dengan hadist Ibnu Umar r.a & Hafshah r.ah :

مَنْ لَمْ يُبَيِّتْ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ.

Artinya : Barangsiapa yang tidak berniat di malam hari sebelum fajar maka tidak ada puasa untuknya.( HR.Tirmizi).

  1. Memperbarui niat (Tajdidu An-niyah) pada setiap malam Ramadhan. Wajib hukumnya berniat puasa pada setiap malam dibulan Ramadhan dengan dalih keumuman hadist diatas. Sebab setiap puasa yang dilakukan setiap hari bersifat terpisah & tidak berkaitan antara satu & yang lainnya serta tidak rusak atau batal dengan batalnya puasa pada hari lainnya.

(Ref : Syaikh Abu Malik Kamal, Kitab Shahih Fiqh Sunnah, jilid 2 hal 159-160).

Kesimpulan

Niat puasa Ramadhan harus diperbarui setiap malam sebelum terbitnya fajar setelah tiba waktu imsyak. Semoga kita mampu menjaga niat ikhlas dalam setiap melakukan amal ibadah temasuk dalam menunaikan ibadah puasa Ramadhan.

Wallahu a’lam

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *